Visi hankam RI diyakini tidak lagi melihat Singapura atau Malaysia sebagai kompetitor. Tetapi bergerak ke cara pandang yang lebih luas bahwa dengan kemampuan ekonomi yang maju pesat dan stabil, kita harus mampu menjaga kedaulatan dan kewibawaan wilayah RI dengan militer yang kuat, modern dan profesional. Bahwa seluruh wilayah negeri ini harus dikawal dengan kekuatan militer untuk menjaga sumber daya energi tak terbarukan. Termasuk isi laut yang mampu menghasilkan duit puluhan trilyun rupiah per tahun jika dikawal dan dikelola dengan efektif. Ke depan sumber daya energi tak terbarukan di laut termasuk isi laut itu sendiri akan menjadi pusat eksplorasi dan eksploitasi untuk menghidupi dan mencemerlangkan ekonomi bangsa ini.
KRI Nanggala selesai retrofit di Korsel, makin gahar |
Tahun 2014 adalah tahun pergantian parlemen dan pemerintahan. Kalau melihat dari kesadaran dan cara pandang DPR (secara kelembagaan) saat ini untuk memodernisasi alutsista TNI seia sekata dengan pemerintahan SBY yang bersepakat menggelontor dana US$ 15 milyar untuk beli alutsista, maka kita sangat berkeyakinan bahwa pemerintahan baru dan DPR baru hasil Pemilu tahun 2014 akan tetap melanjutkan perjuangannya memodernisasi TNI untuk periode lima tahun berikutnya. Dan jika itu dikaitkan dengan perkembangan PDB, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, cadangan devisa yang semakin tambun, maka optimisme itu akan semakin berbunga, bahkan jumlah yang digelontorkan untuk pengadaan alutsista periode 2015-2019 bisa jadi mencapai US$ 20 milyar.
Era SBY berakhir tahun 2014 tetapi figur yang akan tampil di panggung kekuasaan tahun itu diyakini tidak melepas momentum perkuatan alutsista TNI. Sekadar catatan kekuatan regional yang menghimpit RI pada tahun itu sudah jelas ”warnanya”, India dengan kekuatan militer yang makin perkasa. Cina sudah lebih dulu membangun kekuatan militernya secara besar-besaran. Lalu AS sudah menempatkan ribuan Marinir di Darwin dan Guam. Sekedar mengingatkan sewaktu jet tempur Sukhoi India melakukan patroli di Andaman dan tertangkap radar militer kita akhir tahun 2011, yang datang “menghadang” hanya 4 jet Hawk 200 dari Pekanbaru. Itupun harus berhenti dulu di lanud Iskandar Muda Banda Aceh untuk ambil nafas alias isi avtur. Secara militer jelas itu kalah kelas, namun karena India dan Indonesia bersahabat baik, tentu kedua jet flight itu sekedar say hallo sambil bercanda karena sama-sama penggemar Shahruk Khan yang fenomenal itu.
Melihat dinamika ini militer Indonesia harus banyak memperkuat skuadron tempur dan armada laut jika ingin mensejajarkan diri dengan kekuatan regional yang tumbuh pesat. India misalnya, ngapain dia membangun militernya secara besar-besaran padahal musuhnya cuma Pakistan. Yang jelas tidak sekedar Pakistan, ada visi yang diemban oleh hankam India bahwa perkuatan militer mereka adalah untuk menjaga kawasan regional yang diberi label “tanggung jawab India”. Demikian juga Cina yang sudah memproklamirkan bahwa tahun 2020 nanti, akan menjadi tahun target untuk menjadi militer berpengaruh di Asia Pasifik dengan kekuatan armada tempur yang luar biasa.
3 Fregat Inggris yang ditaksir TNI AL |
Catatan kita adalah sepanjang renstra TNI periode 2015-2019 diharapkan TNI AU menambah sedikitnya 3 skuadron jet tempur tangguh. Ini sangat realistis, jenisnya bisa jadi dari serial Sukhoi Family misalnya Sukhoi SU30 dan Sukhoi SU35. Bisa juga Typhoon atau Rafale yang dua-duanya lagi naik daun. Syukur-syukur bisa dilirik F35 walaupun hanya 10 biji sebagaimana yang dicita-citakan KSAU Marsekal TNI Imam Sufaat. Untuk armada laut yang sudah menjadi 3 armada tentu perlu KRI yang lebih banyak. Paling tidak perlu tambahan 30 KCR, 10 Korvet dan 8 Fregat. LPD juga dirasa masih kurang, masih perlu 4-5 unit lagi apalagi jika diperlukan untuk mobilisasi MBT. Arsenal strategis kapal selam jelas masih perlu tambahan 3-4 unit lagi.
Arsenal-arsenal darat perlu diperkuat dengan tank kelas berat, tank medium dan panser. Yang tak kalah penting juga pengadaan rudal SAM jarak sedang, MLRS dan Howitzer untuk batalyon artileri dan batalyon rudal. Heli tempur seperti Mi35 dan Apache atau yang setara dengannya perlu ditambah untuk payung tempur angkatan darat. Pada era ini sangat diyakini kita sudah mampu memproduksi rudal SAM jarak sedang yang digelar statis atau mobile. Pada era ini juga kita sudah mampu memproduksi Panser canon, Tank medium, kapal Light Fregat dan Kapal selam. Artinya pengadaan alutsista strategis kecuali jet tempur sudah dikuasai oleh industri hankam dalam negeri. Dengan kata lain pada periode renstra 2015-2019 itu 70% kekuatan militer kita sudah based on industri hankam dalam negeri. Luar biasa.
Militer yang didukung oleh kekuatan industri hankam dalam negeri akan lebih mempertegas aura kewibawaan sebuah negara karena secara logistik tidak lagi bertumpu pada pembelian alutsista dari luar negeri. Meskipun begitu harus juga diakui tidak ada satu jenis alutsista yang murni produksi dalam negeri karena komponennya tetap harus bekerjasama dengan produsen negara lain. Oleh sebab itu tahapan-tahapan renstra ini, membangun kekuatan militer dengan memberdayakan industri hankam dalam negeri selayaknya kita apresiasi. Beberapa paket transfer teknologi dalam pengadaan alutsista saat ini adalah sekolah teknologi yang paling komprehensif untuk kemudian mendirikan sekolah industri alutsista sendiri untuk dikembangkan buat anak bangsa. Lima tahun ke depan ini bukan waktu yang lama, Saudaraku. Yakinlah dengan itu sembari berdoa semoga Allah selalu memberikan petunjuk buat jalan kebanggaan bangsa besar ini.
http://analisisalutsista.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar